Biarlah
Semua yang berlalu
Telah menjadi kenangan
Dan seakan kulupakan
Karena ku tak sejalan
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
Wowowo . . . .

Dan tak mungkin ku bertahan
Meski telah ku coba
Semuanya tak berguna
Terbuang sia-sia

reff:
Dirimu dihatiku sudah terlalu lama
Biarlah ku mencoba untuk tinggalkan semua

Wowowo . . . .

Dan tak mungkin ku bertahan
Meski telah ku coba
Semuanya tak berguna
Terbuang sia-sia

repeat reff [3x]
bila anda ingin mengethui lirik lagu biarlah silahkan klik di bawah ini :

Biarlah

KELAS PLUS
Kelas plus adalah kelas 8d yang ada di smpn1boyolangu di namakan kelas plus karena pulangnya lebih lama yaitu jam 2.30 karena masih ada les-les tambahan seperti TIK,B.Indonesia,Matematika,IPA,B.Inggris hrinya berbeda-beda seperti hari senin,selasa,rabu,kamis dan sabtu


untuk mengetahui info mengenai kelas saya klik :
ira peggy.doc

klik disini
terbatas untuk anggota Group Hororika
Waginah baru saja mati malam itu.
Kuburannya masih basah.
Bau anyir membungkus udara.
Semilir angin meniup menerbangkan sisa kelopak bunga kamboja di atas kuburannya.
Sekarang tepat jam 12 malam.
Dan para tetua kuburan berkumpul. Seorang hantu yang nampak dituakan, muncul dari keramaian. "Siapa namamu nak?" katanya. Jari telunjuknya mengarah ke Waginah.
"Saya Waginah, saya mati karena diperkosa dan dibunuh oleh Preman Pasar Kembang." ujar Waginah.
Kenapa kamu sampai diperkosa?
"Mungkin karena saya cantik dan sexy jadi mereka ngiler melihat saya" jawab Waginah.
"Mbah sendiri siapa?" waginah balik nanya.
"panggil saya roy..".
saya tetua disini. Penguasa kuburan ini, dulu saya mantan preman pasar kembang, tewas dikeroyok polisi.
"kapan mati?" tanya waginah.
"8 windu yang lalu ", jawabnya.
"simbah tapi masih oke nih.." kata waginah sambil mengerlingkan sebelah mata.
"Ah ternyata Waginah genit, paantas saja dia mati diperkosa orang" batin Mbah Roy.
"tapi bener looohh. mbah masih oke..." kata waginah lagi.
"mosok iyya tho aku masih oke? lha wong kepalaku bolong gini lhoo.." jawab mbah roy.
Tiba-tiba muncul nafsu dalam tubuh translusen Mbah Roy untuk memperkosa hantu molek itu.
Lalu dia mengajak hantu waginah untuk mengikutinya kesebuah ruangan khusus.
Waginah mau-mau saja, dipikirnya ia akan register ke surga.
namanya juga baru hari pertama jadi hantu. masih polos.
Oh...Waginah yang malang.
Setelah berada didalam kamar, dengan sigap Mbah Roy menarik Waginah kedalam pelukannya.
Waginah tersadar akan yang sedang terjadi, "tidak, saya tidak mau diperkosa lagiii".
Ternyata, memperkosa dalam lingo perhantuan adalah insiasi menghantui manusia. Mbah Roy hanya memasangkan kostum hantu yang cocok buat Waginah.
Waginah didandani seseram mungkin agar dia bisa balas dendam kepada orang yang telah memperkosa dan membunuhnya.
"Tapi tapi tapi!!" Teriak Waginah. "AKu ndak tau siapa yang membunuhku!".
"Aku ada ide, kamu akan aku dandani selayaknya warga sarkem. Kamu hanya perlu menunggu pemerkosa itu, dia pasti sering ke sarkem", lanjut simbah.
"Baiklah mbah" angguk Waginah manja.
"ternyata otak simbah encer, pantas saja simbah menjadi ketua hantu sini..." puji Waginah kepada Mbah Roy.
"eh mbah..klo dibayar itu diperkosa bukan?" tanya waginah ragu2.
"Lihat-lihat bagaimana bayarannya juga" ujar Mbah Roy.
"Emang dibayar berapa ?" Tanya mbah Roy.
"Seehari-semalam hanya dibayaar Lima Puluh Ribu Rupiah Mbah" ujar Waginah.
"wah..itu sih perbudakan..bukan pemerkosaan" jawabnya.
"Akh kamu murahan Waginah." seru mbah Roy lagi.
"Karena itulah saya protes, lalu orang itu menikam aku dengan sebilah pisau yang diambil dari tas bawaannya" timpal Waginah membela diri.
"Lalu pisau tajam itu mendarat tepat di perut saya, darah merah segar bercucuran lalu entahlah ketika saya sadar saya sudah berada disini." kata Waginah lagi.
Tampang Mbah Roy terlihat ngeri mendengarkan cerita itu.
Diapun melirik usus yang terburai keluar dari perut Waginah bekas tikaman Preman itu.
Bekas tusukan itu ternyata tembus sampai ke punggung.
Mbah Roy bergumam .... "Sundel Bolong".
"Jadi bagaimana saya bisa mengenali pemerkosa saya mbah? masak saya harus nunggu dia mbayar dulu" tanyanya.
kamu kenali aja siapa yang bawa tas, atau yang menawar kamu 50 ribu. berdandan begini , kamu layak lah 350 ribu, ujar mbah.
Waginah mengangguk.
Di pasar kembang, gang kucing no. 13.
di depan salon mbak dewi, waginah mangkal.
masih jam 10 malam, sepi.
Dengan sabar dia menunggu sosok lelaki yang telah membunuhnya.
samar-samar dia mengingat ciri-ciri nya..
bertopi. .
Kulit hitam....
Bermata sipit.
hanya itu yang bisa dia ingat..tidak lebih.
Datang pemuda tampan berdandan necis menunggangi Honda Grand menghampiri Waginah.
Dia memang tampan, tapi sayang ..... bukan dia yang aku tunggu.
kulitnya kurang hitam.
dan dia tidak bertopi, apalagi matanya sangat lebar.
Kuacuhkan saja pria itu.
Pria kedua lewat, kali ini kulitnya lebih gelap.
lagi-lagi dia tidak bertopi dan bermata lebar.
Peria ketiga lewat, tetapi...
Kulitnya tidak gelap, matanya pun tak sipit, tapi sungguh gagah dan enak dipandang, aku terdiam bingung.
Pria itu mulai mendekat, berniat menawar.
Waginah bimbang, dia semakin mendekat dan sekarang berada tepat dihadapannya.
"Lagi mens mas!" jawab Waginah kalem.
"Siyall", ketusnya berlalu.
Waginah mendengus sedikit kesal karena harus membiarkan pria tampan itu berlalu.
"Kalo lagi dapet jangan disini, pergi sana yang jauh" keluh lelaki tersebut.
Waginah menyadari kalau ngeles-nya kurang cerdas.
Dipanggilnya pria tadi "Masss.... sini!".
"uhmm..mas berani nawar berapa?" tanya waginah.
Waginah tidak dapat menahan godaan ketampanan hidung belang tadi. Pertahanannya ambrol.
"Gak sudi, kamu lagi dapet ..... Aku takut terkena penyakit" ujar Mas tadi.
"Ngga kok, aku ngga dpet. Tadi boong", katanya.
"kan bisa pake pelindung mas" goda Waginah.
"gak ah..males" pria itu tetap pergi.
"Gratis deh mass!" pinta Waginah.
"itung-itung penglaris" pintanya lagi.
Namun pria itu malah melengos pergi. Waginah kesal dibuatnya.
"Sok ganteng", umpat Waginah.
Tak lama berselang, waginah melihat sosok laki-laki yang sepertinya tidak asing didalam ingatan.
"Dia orangnya!" teriak Waginah keras-keras.
Akhirnya datang juga.
Dibenarkan tata rambutnya, mengeluarkan make-up dia berdandan kembali, tak lupa dia menyemprotkan minyak wangi penambah pemikat.
Minyak nyong-nyong pemikat dari mbah Roy.

"Hai gantenggg...... mau berkencan denganku?" seru Waginah sambil mengerlingkan sebelah matanya nakal.

Dengan pakaiannya yang minim dan sexy, terlihat sepasang bukit kembar itu menyembul segar. Pria itu tergoda.

BErgegas laki-laki itu mempercepat langkahnya mendekati Waginah.

Waginah mesam mesem manja.

Setelah dekat laki-laki tersebut mengkerutkan wajahnya, "sepertinya wanita ini tak asing bagiku...".

"Kita pernah ML sebelumnya?" tanya pria itu.

"Masnya nakal......" ujar Waginah sambil mencubit pinggang laki-laki tertsebut.

"Iya memang mau nakalin kamu" kata pria itu.

"Ih, mas nya bisa aja deh", balas waginah.

Si Mas tersebut rupanya sudah keburu napsu, dia main tubruk saja dengan hantu Waginah.

"Ahhh.. si mas, jangan gitu dong. Malu nih kita masih di jalan,"sergah Waginah.

"Mending kita ke hotel situ aja yuk, semalem cuman 40 ribu lho. Udah dapet sarapan pula", lanjut waginah.

"Dapet sarapan? Apa? Gudeg atau roti apik isi daging?" tanya Si Mas.

"Yah untuk Si Mas, pasti spesial deh pake plus plus," jawab Waginah sambil mengerlingkan mata.

"menu nya ganti2 seh, tapi yang jelas 5 sempurna kok." Ujar waginah sambil melirik dada nya.

Tanpa basa basi, pria tersebut langsung menarik tangan Waginah. Mereka masuk ke hotel yang dimaksud.

"Eit sabar dulu donk mas. Kita perjelas dulu nich itung2an tarif nya", Ujar Waginah menahan langkah pria itu.

"Matamu !!!, ups maaf. Mas jangan kelewatan gitu donk nawarnya", balas waginah sedikit geram setelah pria itu cuman memasang harga 10.000.

"lha piro mbak.. ojo larang larang.. penglaris kie.."lanjut pria itu.

"Saya biasa 350 mas. 3 Jam. Boleh ngga pake pengaman lho. klo mau sampe pagi, beda lagi itungannya".

"walaahh.. lha kok koyo nDePe Supra Pit wae to mbakyu.. wis to pase piro..".

"Wah mase malah ndagel lho. Yowes mas, 300 mangkat wes. Wolak walik tak layani".

"Tapi bokongmu mulus ga?tiwas wolak-walik mengko tibak-e bokongmu kisut?? Rugi aku..".

"mulus mas.. bar tak kosoki watu ijo lho.." jawab waginah simbil mlotroke sabuknya sedikit.

kalo kisut duit kembali?

"cash back mas.. ndang yo ngko selak didukani pak lurah..".

"lho emang pak lurah jualan suprafit...eh maksudku bokong..eh salah lagi maksudku bosmu?".

"Udah ah ... sehari-semalam Lima Puluh Ribu Rupiah saja. Gimana setuju?" ujar pria itu. Mendengar kata ditawar lima puluh ribu sehari semalam, Waginah langsung ingat peristiwa dulu itu.

Peristiwa ketika dipinggir rel kereta, dimalam yang gelap dan penuh nyamuk.

Saat itu ia dijanjikan 500 ribu cash . . plus ditraktir makan sate kambing. Tapi ternyata tidak dipenuhi.

Merasa telah menemukan orang yang selama ini dicari, tanpa pikir panjang lagi Waginah menyanggupi. "Yowes gak papa, demi kamu yang spesial malam ini," ujarnya dengan penuh tipu muslihat.

Waginah naik ke motor si hidung belang, lalu mereka berdua melaju menembus kesunyian malam.

"Stop mas, disini saja. Kayaknya lebih asyik daripada di hotel".

pria hidung belang itupun terkejut ketika Waginah meminta berhenti di...

pinggiran rel kereta. Si pria menggeleng tak paham. Apa asyiknya disana. Nyamuk pun banyak luar biasa.

Waginah membuka semua baju dan pakaiannya, lalu pria itu pun dilucutinya. Teraba bagian yang keras di celananya. lalu waginah berubah menjadi serigala jahat. Hai... aku mau makan pisang, kata Waljinah. Eh, tanpa terasa, air liur pria itu menetes.....

'Inilah saat yang tepat... aku akan balas dendam dengan cara seperti ini... aku akan memperkosa dia hingga mati... hihihihihihi!' ucap Waginah dalam hati, sambil menaikkan salah satu alisnya.

Waginah langsung menjalankan rencananya.

Waginah memasang perangkapnya. disibakkannya sedikit roknya ke atas. Ini memancing si hidung belang untuk lebih bernafsu lagi.

Pria hidung belang itu pun mulai melakukan aksi liarnya terhadap Waginah. Pria itu menarik paksa baju Waginah hingga robek, dan terlihatlah....

semua harta karun Waginah yang selama ini ditutupinya... yaitu.... sebuah konde dan sebuah telur kobra!!!

di selipkan di sebuah tempat khusus rahasia.

yang tak terbayangkan dan tak terjangkau.

"Lhoh? Kok kamu nyimpen barang-barang aneh kayak gini? Memang buat apa tho?" tanya preman pasar kembang itu.

0 Comment(s)Read On >>

Cerpen Putu Wijaya
Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.


"Tapi aku datang tidak sebagai putramu," kata pengacara muda itu, "aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan di negeri yang sedang kacau ini."

Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung.

"Apa yang ingin kamu tentang, anak muda?"
Pengacara muda tertegun. "Ayahanda bertanya kepadaku?"
"Ya, kepada kamu, bukan sebagai putraku, tetapi kamu sebagai ujung
tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang dicabik-cabik korupsi ini."
Pengacara muda itu tersenyum.
"Baik, kalau begitu, Anda mengerti maksudku."

"Tentu saja. Aku juga pernah muda seperti kamu. Dan aku juga berani, kalau perlu kurang ajar. Aku pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan pribadi dengan perjuangan penegakan keadilan. Tidak seperti para pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Bahkan tidak seperti para elit dan cendekiawan yang cemerlang ketika masih di luar kekuasaan, namun menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan untuk menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya. Kamu pasti tidak terlalu jauh dari keadaanku waktu masih muda. Kamu sudah membaca riwayat hidupku yang belum lama ini ditulis di sebuah kampus di luar negeri bukan? Mereka menyebutku Singa Lapar. Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuri-pencuri keadilan yang bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak belajar dari buku itu."

Pengacara muda itu tersenyum. Ia mengangkat dagunya, mencoba memandang pejuang keadilan yang kini seperti macan ompong itu, meskipun sisa-sisa keperkasaannya masih terasa.

"Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri."

Pengacara tua itu meringis.
"Aku suka kau menyebut dirimu aku dan memanggilku kau. Berarti kita bisa bicara sungguh-sungguh sebagai profesional, Pemburu Keadilan."
"Itu semua juga tidak lepas dari hasil gemblenganmu yang tidak kenal ampun!"
Pengacara tua itu tertawa.
"Kau sudah mulai lagi dengan puji-pujianmu!" potong pengacara tua.
Pengacara muda terkejut. Ia tersadar pada kekeliruannya lalu minta maaf.

"Tidak apa. Jangan surut. Katakan saja apa yang hendak kamu katakan," sambung pengacara tua menenangkan, sembari mengangkat tangan, menikmati juga pujian itu, "jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan membunuh diri dengan diskripsi-diskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini."

Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya dengan lebih tenang.

"Aku datang kemari ingin mendengar suaramu. Aku mau berdialog."
"Baik. Mulailah. Berbicaralah sebebas-bebasnya."

"Terima kasih. Begini. Belum lama ini negara menugaskan aku untuk membela seorang penjahat besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati. Pihak keluarga pun datang dengan gembira ke rumahku untuk mengungkapkan kebahagiannya, bahwa pada akhirnya negara cukup adil, karena memberikan seorang pembela kelas satu untuk mereka. Tetapi aku tolak mentah-mentah. Kenapa? Karena aku yakin, negara tidak benar-benar menugaskan aku untuk membelanya. Negara hanya ingin mempertunjukkan sebuah teater spektakuler, bahwa di negeri yang sangat tercela hukumnya ini, sudah ada kebangkitan baru. Penjahat yang paling kejam, sudah diberikan seorang pembela yang perkasa seperti Mike Tyson, itu bukan istilahku, aku pinjam dari apa yang diobral para pengamat keadilan di koran untuk semua sepak-terjangku, sebab aku selalu berhasil memenangkan semua perkara yang aku tangani.

Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin danbeku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara. Negara ingin menunjukkan kepada rakyat dan dunia, bahwa kejahatan dibela oleh siapa pun, tetap kejahatan. Bila negara tetap dapat menjebloskan bangsat itu sampai ke titik terakhirnya hukuman tembak mati, walaupun sudah dibela oleh tim pembela seperti aku, maka negara akan mendapatkan kemenangan ganda, karena kemenangan itu pastilah kemenangan yang telak dan bersih, karena aku yang menjadi jaminannya. Negara hendak menjadikan aku sebagai pecundang. Dan itulah yang aku tentang.

Negara harusnya percaya bahwa menegakkan keadilan tidak bisa lain harus dengan keadilan yang bersih, sebagaimana yang sudah Anda lakukan selama ini."

Pengacara muda itu berhenti sebentar untuk memberikan waktu pengacara senior itu menyimak. Kemudian ia melanjutkan.

"Tapi aku datang kemari bukan untuk minta pertimbanganmu, apakah keputusanku untuk menolak itu tepat atau tidak. Aku datang kemari karena setelah negara menerima baik penolakanku, bajingan itu sendiri datang ke tempat kediamanku dan meminta dengan hormat supaya aku bersedia untuk membelanya."

"Lalu kamu terima?" potong pengacara tua itu tiba-tiba.
Pengacara muda itu terkejut. Ia menatap pengacara tua itu dengan heran.
"Bagaimana Anda tahu?"

Pengacara tua mengelus jenggotnya dan mengangkat matanya melihat ke tempat yang jauh. Sebentar saja, tapi seakan ia sudah mengarungi jarak ribuan kilometer. Sambil menghela napas kemudian ia berkata: "Sebab aku kenal siapa kamu."

Pengacara muda sekarang menarik napas panjang.
"Ya aku menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-adilnya."

Pengacara tua mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti.
"Jadi itu yang ingin kamu tanyakan?"
"Antara lain."
"Kalau begitu kau sudah mendapatkan jawabanku."
Pengacara muda tertegun. Ia menatap, mencoba mengetahui apa yang ada di dalam lubuk hati orang tua itu.
"Jadi langkahku sudah benar?"
Orang tua itu kembali mengelus janggutnya.

"Jangan dulu mempersoalkan kebenaran. Tapi kau telah menunjukkan dirimu sebagai profesional. Kau tolak tawaran negara, sebab di balik tawaran itu tidak hanya ada usaha pengejaran pada kebenaran dan penegakan keadilan sebagaimana yang kau kejar dalam profesimu sebagai ahli hukum, tetapi di situ sudah ada tujuan-tujuan politik. Namun, tawaran yang sama dari seorang penjahat, malah kau terima baik, tak peduli orang itu orang yang pantas ditembak mati, karena sebagai profesional kau tak bisa menolak mereka yang minta tolong agar kamu membelanya dari praktik-praktik pengadilan yang kotor untuk menemukan keadilan yang paling tepat. Asal semua itu dilakukannya tanpa ancaman dan tanpa sogokan uang! Kau tidak membelanya karena ketakutan, bukan?"
"Tidak! Sama sekali tidak!"
"Bukan juga karena uang?!"
"Bukan!"
"Lalu karena apa?"
Pengacara muda itu tersenyum.
"Karena aku akan membelanya."
"Supaya dia menang?"

"Tidak ada kemenangan di dalam pemburuan keadilan. Yang ada hanya usaha untuk mendekati apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati, kebenaran yang paling benar mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah tercapai. Kalah-menang bukan masalah lagi. Upaya untuk mengejar itu yang paling penting. Demi memuliakan proses itulah, aku menerimanya sebagai klienku."
Pengacara tua termenung.
"Apa jawabanku salah?"
Orang tua itu menggeleng.

"Seperti yang kamu katakan tadi, salah atau benar juga tidak menjadi persoalan. Hanya ada kemungkinan kalau kamu membelanya, kamu akan berhasil keluar sebagai pemenang."

"Jangan meremehkan jaksa-jaksa yang diangkat oleh negara. Aku dengar sebuah tim yang sangat tangguh akan diturunkan."

"Tapi kamu akan menang."
"Perkaranya saja belum mulai, bagaimana bisa tahu aku akan menang."

"Sudah bertahun-tahun aku hidup sebagai pengacara. Keputusan sudah bisa dibaca walaupun sidang belum mulai. Bukan karena materi perkara itu, tetapi karena soal-soal sampingan. Kamu terlalu besar untuk kalah saat ini."

Pengacara muda itu tertawa kecil.
"Itu pujian atau peringatan?"
"Pujian."
"Asal Anda jujur saja."
"Aku jujur."
"Betul?"
"Betul!"

Pengacara muda itu tersenyum dan manggut-manggut. Yang tua memicingkan matanya dan mulai menembak lagi.
"Tapi kamu menerima membela penjahat itu, bukan karena takut, bukan?"

"Bukan! Kenapa mesti takut?!"
"Mereka tidak mengancam kamu?"
"Mengacam bagaimana?"
"Jumlah uang yang terlalu besar, pada akhirnya juga adalah sebuah ancaman. Dia tidak memberikan angka-angka?"

"Tidak."
Pengacara tua itu terkejut.
"Sama sekali tak dibicarakan berapa mereka akan membayarmu?"
"Tidak."
"Wah! Itu tidak profesional!"
Pengacara muda itu tertawa.
"Aku tak pernah mencari uang dari kesusahan orang!"
"Tapi bagaimana kalau dia sampai menang?"
Pengacara muda itu terdiam.
"Bagaimana kalau dia sampai menang?"
"Negara akan mendapat pelajaran penting. Jangan main-main dengan kejahatan!"
"Jadi kamu akan memenangkan perkara itu?"
Pengacara muda itu tak menjawab.
"Berarti ya!"
"Ya. Aku akan memenangkannya dan aku akan menang!"

Orang tua itu terkejut. Ia merebahkan tubuhnya bersandar. Kedua tangannya mengurut dada. Ketika yang muda hendak bicara lagi, ia mengangkat tangannya.

"Tak usah kamu ulangi lagi, bahwa kamu melakukan itu bukan karena takut, bukan karena kamu disogok."
"Betul. Ia minta tolong, tanpa ancaman dan tanpa sogokan. Aku tidak takut."

"Dan kamu menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atau perlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena kamu ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci negaramu, bukan?"

"Betul."
"Kalau begitu, pulanglah anak muda. Tak perlu kamu bimbang.

Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan, seakan-akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang profesional."

Pengacara muda itu ingin menjawab, tetapi pengacara tua tidak memberikan kesempatan.
"Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia."

Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan kesakitan.

"Pulanglah sekarang. Laksanakan tugasmu sebagai seorang profesional."
"Tapi..."

Pengacara tua itu menutupkan matanya, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda.
"Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam."

Entah karena luluh oleh senyum di bibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu, pengacara muda itu tak mampu lagi menolak. Ia memandang sekali lagi orang tua itu dengan segala hormat dan cintanya. Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga wanita itu, agar suaranya jangan sampai membangunkan orang tua itu dan berbisik.

"Katakan kepada ayahanda, bahwa bukti-bukti yang sempat dikumpulkan oleh negara terlalu sedikit dan lemah. Peradilan ini terlalu tergesa-gesa. Aku akan memenangkan perkara ini dan itu berarti akan membebaskan bajingan yang ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung di udara. Dan semoga itu akan membuat negeri kita ini menjadi lebih dewasa secepatnya. Kalau tidak, kita akan menjadi bangsa yang lalai."

Apa yang dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan. Dengan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.

Pengacara tua itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu.

"Setelah kau datang sebagai seorang pengacara muda yang gemilang dan meminta aku berbicara sebagai profesional, anakku," rintihnya dengan amat sedih, "Aku terus membuka pintu dan mengharapkan kau datang lagi kepadaku sebagai seorang putra. Bukankah sudah aku ingatkan, aku rindu kepada putraku. Lupakah kamu bahwa kamu bukan saja seorang profesional, tetapi juga seorang putra dari ayahmu. Tak inginkah kau mendengar apa kata seorang ayah kepada putranya, kalau berhadapan dengan sebuah perkara, di mana seorang penjahat besar yang terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat seperti bencana yang melanda negeri kita sekarang ini?" ***

Jika kita berjalan-jalan ke pasar tradisional, pastilah akan kita jumpai sampah sayur-sayuran dan buah-buahan yang berton-ton jumlahnya. Sebagaimana sampah-sampah organik lainnya seperti kotoran ternak, ampas tebu, dan lain-lain, umumnya sampah organik tersebut tidak banyak dimanfaatkan, tetapi dibiarkan menumpuk dan membusuk, sehingga dapat menggangu pemandangan dan mencemari lingkungan. Salah satu cara penanggulangan sampah organik yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah dengan menerapkan teknologi anerobik untuk menghasilkan biogas.

Secara ilmiah, biogas yang dihasilkan dari sampah organik adalah gas yang mudah terbakar (flammable).Gas ini dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi tanpa udara). Umumnya, semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas. Tetapi hanya bahan organik homogen, baik padat maupun cair yang cocok untuk sistem biogas sederhana.

Bila sampah-sampah organik tersebut membusuk, akan dihasilkan gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2).
Tapi, hanya CH4 yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Umumnya kandungan metana dalam reaktor sampah organik berbeda-beda. Zhang et al. 1997 dalam penelitiannya, menghasilkan metana sebesar 50-80% dan karbondioksida 20-50%. Sedangkan Hansen (2001) , dalam reaktor biogasnya mengandung sekitar 60-70% metana, 30-40% karbon dioksida, dan gas-gas lain, meliputi amonia, hidrogen sulfida, merkaptan (tio alkohol) dan gas lainnya.

Pemanasan global akan mempengaruhi perubahan lingkungan seperti: perubahan cuaca dan lautan, pergeseran ekosistem dan degradasi lingkungan.

Perubahan cuaca dan lautan
apat berupa peningkatan temperatur secara global (panas) yang dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian, terutama pada orang tua, anak-anak dan penyakit kronis. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.

Pergeseran ekosistem
dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Mengapa hal ini bisa terjadi? Kita ambil contoh meningkatnya kejadian Demam Berdarah. Nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit ini memiliki pola hidup dan berkembang biak pada daerah panas. Hal itulah yang menyebabkan penyakit ini banyak berkembang di daerah perkotaan yang panas dibandingkan dengan daerah pegunungan yang dingin. Namun dengan terjadinya Global Warming, dimana terjadi pemanasan secara global, maka daerah pegunungan pun mulai meningkat suhunya sehingga memberikan ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak.

Degradasi Lingkungan

yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.